SEJARAH TANGERANG
Perkembangan Kota Tangerang tidak lepas dari peranan masyarakat Tionghoa yang telah menetap sejak lama. Masyarakat Tionghoa datang dan menetap di Tangerang melalui beberapa fase kedatangan. Antara lain :
1. Fase Tahun 1407
Berdasarkan Babad Sunda dalam kitab Tina Layang Parahyang disebutkan pada tahun 1407 telah terdampar rombongan kapal laut dari negeri Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Chen Ci Lung (Panglima Ha Lung). Pada saat itu kapal laut tersebut terdampar di desa Pangkalan (yang sekarang dikenal dengan Kecamatan Teluk Naga) yang pada saat itu dipimpin oleh Adipati Anggalarang. Konon nama Teluk Naga tersebut diambil dari kapal laut yang berbentuk Kepala Naga yang terdampar di sebuah teluk di desa Pangkalan tersebut.
Dikarenakan mereka terdampar serombongan menetap dan tinggal di desa tersebut dan melakukan pembauran dengan masyarakat dan melakukan kawin campur, sehingga memunculkan istilah Cina Bike (orang Tionghoa yang berasal dari keturunan bibi dan sinkhe).
(Ref. Baca Buku Tina Layang Parahyang).
2. Fase Tahun 1740
Terjadinya kerusuhan pada tahun 1740 yang mengakibatkan jatuhnya ribuan korban di daerah Jakarta Barat yang pada saat itu disebut Batavia. Setelah pulih dari kerusuhan tersebut, Belanda pada saat itu meminta kepada masyarakat Tionghoa untuk membuka lahan dengan menganut sistem Tanam Paksa. Dimana masyarakat Tionghoa diminta untuk menanam tanaman yang hasilnya akan dikirim ke Eropa sebagai komoditas dagang Belanda. Hal tersebut menyebabkan dibangunnya komunitas-komunitas baru seperti Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok Aren, dan lain sebagainya.
(Ref. Baca Buku Huru Hara 1740, Tionghoa Dalam Pusaran Politik)
BENDA DAN BANGUNAN BERSEJARAH
Sehubungan dengan perkembangan Tangerang yang tidak lepas dari komunitas Tionghoa maka banyak bangunan-bangunan yang merupakan peninggalan-peninggalan masyarakat Tionghoa pada jaman itu, antara lain :
1. Klenteng Boen Tek Bio
Berdiri sekitar tahun 1684 yang terletak di kawasan Pasar Lama, Tangerang. Di dalam klenteng tersebut terdapat banyak sekali benda kuno dan bersejarah, seperti :
a. Batu Tambur (sekitar abad ke-17)
b. Patung Singa / Ciok Say (sekitar abad ke-17)
c. Lonceng kuno (sekitar abad ke-18)
d. Prasasti Kayu (sekitar abad ke-18)
2. Klenteng Boen San Bio
Berdiri sekitar tahun 1689 yang terletak di kawasan Pasar Baru, Tangerang. Di dalam klenteng tersebut terdapat benda kuno dan bersejarah, seperti :
a. Patung Singa / Ciok Say (sekitar abad ke-17)
b. Perahu Pecun (berusia sekitar 100 tahun )
3. Klenteng Boen Hay Bio
Berdiri sekitar tahun 1694 yang terletak di kawasan Pasar Lama, Serpong. Di dalam klenteng tersebut terdapat benda kuno dan bersejarah, seperti :
a. Patung Singa / Ciok Say (sekitar abad ke-17)
4. Rumah Kapitan Oey Dji San
Kapitan adalah jabatan Dewan Kong Koan yaitu sebuah perkumpulan yang dibentuk oleh Belanda untuk masyarakat Tionghoa sebagai pusat komunitas saat itu, yang pemimpinnya disebut sebagai Weijk Masteer (setingkat Lurah), Luitenant (setingkat Bupati), Kapitan (setingkat Walikota), Mayor (setingkat Gubernur).
Rumah Kapitan Oey Dji San terletak di daerah Karawaci dan memiliki keunikan tersendiri, diantaranya :
a. Mengandung 3 unsur arsitektur (Belanda, Cina, dan Lokal)
b. Memiliki keindahan dengan berbagai ukiran pada setiap sisi bangunannya
c. Atap rumahnya berbentuk ekor wallet.
d. Pernah menjadi tempat penampungan masyarakat Tionghoa yang telah menjadi korban kerusuhan pada tahun 1946 (Ref. Baca Buku Tionghoa Dalam Pusaran Politik).
e. Pernah menjadi pusat perkebunan karet terbesar di Tangerang.
Konon rumah ini berdiri sebelum Klenteng Boen Tek Bio. Namun kini rumah tersebut sudah tidak ada lagi dikarenakan tidak adanya perhatian dari pemerintah setempat.
5. Rumah Keluarga Tan Un Long
Rumah ini masih ada sampai sekarang dan terletak di daerah Gang Bansin, Karawaci Tangerang. Keunikannya adalah :
a. Atap ekor wallet
b. Memiliki papan arwah 8 generasi (konon katanya tidak ditemukan didaerah lain)
c. Memiliki Hio Lo (tempat hio / dupa) dari sekitar abad ke-17
6. Makam Kapitan Oey Giok Koen
Kapitan Oey Giok Koen adalah tokoh masyarakat Tionghoa pada saat itu. Yang merupakan pemimpin masyarakat Tionghoa, beliau meninggal sekitar tahun 1900-an. Adapun makamnya memiliki keindahan dan keunikan tersendiri yang nisan nya konon didatangkan langsung dari Negeri Tiongkok. Namun sekarang, makam tersebut sudah tidak ada lagi, dikarenakan tidak adanya perhatian dari pemerintah setempat. Makam tersebut sebelumnya terletak di daerah Pondok Arum, Tangerang.
7. Makam Kapitan Oey Kiat Tjin
Makam seorang Kapitan Tionghoa terakhir yang meninggal pada tahun 1937 yang kini makamnya masih dapat kita lihat di daerah Karawaci, Gang H. Rain. Namun kini kondisinya sudah sangat tidak terawat dan sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah sedikit pun.
8. Rumah Kebaya
Rumah macam ini masih dapat kita temui di daerah-daerah tertentu, namun kondisinya cukup mengkhawatirkan dikarenakan banyaknya pengusaha-pengusaha property yang akan membangun perumahan. Keunikan dari rumah kebaya :
a. Keseluruhan bangunan menggunakan unsur kayu dengan pintu di tengah diapit oleh dua buah jendela
b. Memiliki paseban untuk menerima tamu
c. Memiliki latar untuk menjemur padi
d. Dll
9. Perahu Pecun
Perahu ini di Tangerang sangat mengandung sejarah yang sangat tinggi dan unsur budaya yang bernilai tinggi. Dimana perahu ini pernah meramaikan festival Pecun yang diadakan pada abad ke-19. Kini perahu tersebut telah dikeramatkan oleh masyarakat Tionghoa Tangerang dan berada di 3 wilayah, antara lain :
a. Di Klenteng Boen San Bio
b. Di Belakang Kantor Pajak Karawaci, Tangerang
c. Di Pemakaman Tanah Gocap, Tangerang
10. Kereta Jenazah
Masyarakat Tionghoa yang meninggal pada abad ke-19, umumnya dimakamkan di pemakaman umum dengan menggunakan kereta jenazah. Kereta ini berbentuk seperti delman dan didorong oleh tenaga manusia. Kereta tersebut masih dapat kita temui di Rumah Duka Boen Tek Bio, Tangerang. Namun kondisinya sangat memprihatinkan dan ditelantarkan.
Kesimpulan
Dari semua benda dan bangunan bersejarah tersebut, sampai saat ini benlum mendapatkan perhatian bahkan perlindungan dari pemerintah daerah setempat.
Usul dan Saran
Mohon kepada pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk lebih memperhatikan dan melindungi benda dan bangunan bersejarah tersebut dengan menetapkannya sebagai Benda Cagar Budaya sesuai dengan Undang Undang No.5 Tahun 1992.
KEBUDAYAAN TANGERANG
1. Festival Pecun
Festival ini pertama kali diadakan pada abad ke-19 yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa khususnya di Tangerang dengan cara menggelar perlombaan Perahu Naga dan dimeriahkan oleh Gambang Kromong. Festival tersebut pernah vakum pada jaman Orde Baru, tetapi kemudian di era pemerintahan Presiden K.H Abdurrahman Wahid festival tersebut kembali dilakukan dengan sangat meriah bahkan sampai pernah dihadiri oleh presiden. Namun setelah beberapa tahun berikutnya festival tersebut dianggap sebagai Festival Cisadane oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga mengakibatkan lunturnya kembali perayaan Festival Pecun tersebut. Dan hingga sekarang Festival Cisadane ini telah mengubah makna budaya dan sejarah dari Festival Pecun yang sebenarnya.
2. Adat Pernikahan Cio Tao
Adat pernikahan ini memiliki keunikan karena merupakan perpaduan dari 2 unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan Lokal dan kebudayaan Tionghoa. Hal tersebut dapat terlihat dari :
a. Pakaian kedua mempelai.
Mempelai pria menggunakan baju Ala-Tiongkok (dari Dinasti Qing) dan mempelai wanita menggunakan kebaya.
b. Persembahyangan dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Cara Tionghoa dengan menggunakan meja persembahyangan, yang disebut dengan Samkay.
2) Cara Lokal dengan menggunakan sedekah Ala Masyarakat Sunda.
Konon adat pernikahan ini hanya ada di beberapa daerah saja, seperti Tangerang, Padang dan Penang (Malaysia).
3. Alat Musik Gambang Kromong
Alat musik ini adalah perpaduan dari alat musik Lokal dan Tiongkok, seperti :
a. Bangsing (Tiongkok)
b. Tehyan (Tiongkok)
c. Sukong (Tiongkok)
d. Kongahnyan (Tiongkok)
e. Ningning (Tiongkok)
f. Gambang (Lokal)
g. Kromong (Lokal)
h. Gendang (Lokal)
i. Gong (Lokal)
j. Dll
Alat musik ini masih sangat akrab bagi masyarakat Tionghoa di Tangerang. Dan sering dipakai untuk meramaikan setiap acara pernikahan. Namun di Tangerang sendiri belum terdapat sanggar yang dikelola oleh pemerintah, untuk melestarikan Gambang Kromong ini.
4. Arak-Arakan Dewi Kwan Im (Gotong Toapekong) 12 tahun sekali
Acara ini adalah acara rutin yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa Cina Benteng pada khususnya dan masyarakat Tionghoa pada umumnya. Acara ini diadakan 12 tahun sekali, yang dimulai dari sekitar abad ke-19. Dan sempat vakum pada jaman pemerintahan Orde Baru. Pada jaman Presiden K.H Abdurrahman Wahid, acara ini kembali digelar dan dihadiri oleh puluhan ribu masyarakat yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Arak-arakan ini diselenggarakan oleh Klenteng Boen Tek Bio dan akan diselenggarakan kembali pada tahun 2012 nanti (mohon dukungan dari pemerintah).
5. Tari Cokek
Tarian ini dikembangkan oleh masyarakat tionghoa sejak abad ke-17an dan masih hidup hingga sekarang. Namun sudah banyak berubah dikarenakan tidak ada lagi generasi penerus. Satu-satunya Maestro Gambang Kromong dan Tari Cokek (Pang Tjin Nio / Masna) yang masih hidup dan pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Jero Wacik yang akhir-akhir ini tidak mendapatkan lagi perhatian dari pemerintah daerah setempat.
Anggota DPRD Kabupaten Tangerang (Sukma Wijaya), mengatakan bahwa Tari Cokek telah dijadikan sebagai tarian asli daerah Kabupaten Tangerang. Sepertinya dalam pengkajiannya tidak melibatkan Sang Maestro Gambang Kromong dan Tari Cokek (Pang Tjin Nio / Masna).
Kesimpulan dan Saran
Banyak kebudayaan masyarakat Tangerang, dalam hal ini kebudayaan masyarakat Tionghoa kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat. Padahal kebudayaan tersebut selain mengandung nilai histori dan keindahan yang tinggi, juga mengandung nilai ekonomis bila di lakukan penataan yang professional oleh pemerintah dengan menjadikannya sebagai aset budaya daerah.
Usul
1. Tetapkan peraturan daerah yang mendukung
2. Lakukan pengkajian dan penelitian dengan biaya pemerintah melalui APBD
3. Dirikan sanggar-sanggar kesenian dan kebudayaan guna melestarikan kebuadayan tersebut
4. Jadikan benda, bangunan dan budaya sebagai Aset Daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda
5. Lakukan pendataan ulang untuk benda dan bangunan bersejarah
PENUTUP
Demikian pemaparan kami tentang Sejarah, Benda, Bangunan dan Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di daerah Tangerang yang mengandung nilai yang sangat tinggi. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Apa Saja Bangunan Tua Di Kota Tangerang
Posted by Mas Bambang
on Agustus 26, 2019